Senin, 26 April 2010

PENGEMBANGAN LAHAN RAWA UNTUK KOLAM PATIN

Rawa adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau, atau lebak yang menjorok masuk (inteke) ke pedalaman sampai sekitar 100 km atau sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang surut air laut. Rawa yang langsung dipengaruhi oleh pasang surut disebut rawa pasang surut (tidal swamps). Sedangkan rawa yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut dinamakan rawa lebak (swampy) yang mana rawa ini mengalami genangan air selama lebih dari tiga bulan.
Pengembangan lokasi perkolaman dilahan rawa selama ini dihadapkan pada karakteristik lahan. Dimana lahan rawa di Kalimantan Selatan umumnya bersifat masam (sulfat). Budidaya perkolaman di lahan sulfat masam sering berhadapan dengan terjadinya pemasaman dan keracunan ion-ion Al3+, Fe2+ dan bahkan Mn2+ setelah dilakukan reklamasi atau penggalian kolam. Untuk mengembangkan perkolaman khususnya ikan patin (Pangasius sp.) diperlukan reklamasi di lokasi yang akan dibangun kolam. Reklamsi ini harus dilakukan secara tepat untuk membuang atau mengeluarkan sumber keasaman dari oksidasi pirit.
Untuk mengembangkan budidaya perkolaman tentunya diperlukan pemilihan lokasi yang tepat dimana kadar pirit harus rendah. Memang, selama ini ikan patin yang dibudidayakan di lahan sulfat masam masih mampu hidup dan bertahan pada pH 3, hanya saja berpengaruh pada pertumbuhan. Ikan lambat besar dan terkadang mudah terserang penyakit. Untuk menghindari terjadinya peningkatan keasaman dapat dilakukan dengan cara memasukan air sungai ke kolam minimal satu kali dalam seminggu. Untuk menjaga keasaman tentunya lokasi perkolaman hendaknya dibangun tidak jauh dari sungai.
Sebelum mendirikan unit perkolaman diperlukan analisa terhadap kondisi lingkungan, setelah itu baru disusun rancangan bangunan perkolaman. Perkolaman sebaiknya memiliki saluran masuk air dari sungai sehingga jika air kolam menyusut bisa dilakukan dengan cara memasukkan air sungai ke unit perkolaman tatkala air pasang. Kolam patin yang ada di daerah Margasari kabupaten Tapin pengelolaannya masih sederhana dengan produktifitas rendah. Untuk meningkatkan produktifitas budidaya ikan patin perlu perluasan lahan dan pemanfaatan lokasi yang benar-benar mendukung untuk kegiatan budidaya pembesaran. Potensi rawa di Kalimantan Selatan untuk pengembangan usaha budidaya masih terbuka lebar tinggal bagaimana mengelola dan mengembangkannya, itu tergantung pada masyarakat yang ada di daerah masing-masing bagaimana mereka mengelola sumberdaya alam yang ada agar lebih produtif.

Kamis, 08 April 2010

Perikanan Rawa CLS



Potensi rawa Kecamatan Candi Laras Selatan di Kabupaten Tapin sangat menjanjikan. Luas rawa mencapai 2/3 dari luas wilayahnya. Potensi perikanan tankap mencapai 87,3 ton pada tahun 2008 dan 68,8 ton pada tahun 2009. Penurunan produksi perikanan tankap sudah terjadi sejak tahun 2006-2007. Hal ini terjadi akibat dari maraknya berbagai aktifitas penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing).
Kegiatan penangkapan illegal meliputi penggunaan bahan berupa racun ikan (potas), alat setrum dari accu, bahkan alat setrum listrik bertegangan tinggi. Walaupun sudah diterapkannya peraturan daerah mengenai penangkapan ikan secara illegal, para penangkap ikan sering kucing-kucingan dengan petugas. Hal ini menandakan tingkat kesadaran masyarakat di daerah ini tentang kelestarian sumber daya alam masih rendah. Masyarakat masih terlihat manja dengan alam, namun tak sedikit pula diantara mereka tidak sadar bahwa tindakan keseharian mereka terkadang merusak dan mencemari lingkungan.
Pernurunan hasil tangkap yang terjadi akhir-akhir ini menandakan kurangnya populasi ikan di perairan rawa. Ikan yang umum ditangkah masyarakat di daerah ini adalah ikan toman,gabus (Chana striata), betok (Anabas testudeneus), lele (Clarias batrakus), sepat siam, dan sepat rawa. Alat tangkap tradisional yang umum digunakan meliputi; banjur, pancing, unjun, pair, lalangit, bubu, kabam, ringgi, tempirai, sasuduk, serapang, dan ancau.
Potensi rawa di daerah ini sangat cocok dikembangkan kearah budidaya ikan. Baik budidaya ikan lokal ataupun ikan intoduksi. Ikan lokal yang sudah dikembangkan adalah ikan gabus, toman, dan betok. Ikan ini dibudidayan oleh pembudidaya ikan didalam kolam, karamba, dan jaring tancap. Pakan yang digunakan adalah pakan bahan baku lokal seperti keong mas, dan ikan yang tidak ekonomis.
Ikan introduksi yang dibudidayakan adalah ikan patin djambal, nila, dan ikan mas. Dengan adanya kegiatan budidaya ikan tentunya akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk membuka usaha di bidang perikanan. Dengan partisipasi masyarakat setempat diharapkan pelestarian sumber daya perikanan setempat dapat dilestarikan.

Kamis, 01 April 2010

Pembesaran Ikan Lokal Di Kabupaten Tapin

Kegiatan budidaya ikan khususnya ikan lokal di Kabupaten Tapin masih minim. Pada awalnya kegiatan budidaya ikan lokal hanya bersifat menahan sementara didalam kurungan sambil menunggu harga ikan tersebut mahal. Kegiatan budidaya ini bersifat sampingan, ikan yang di pelihara di dalam kolam atau karamba di peroleh dari alam atau di beli dari nelayan penangkap ikan dengan ukurang 100 gram/ekor. Ikan tersebut di pelihara seadanya dengan makanan seadanya hingga mencapai ukuran konsumsi.
Menurut Sofyan salah satu pembudidaya ikan lokal yang ada di Desa Pabaungan Hulu Kecamatan Candi Laras Selatan, bahwa budidaya ikan lokal cukup menguntungkan. Hasil ujicoba yang dilakukannya membawa keberhasilan. Dengan bermodalkan tiga buah karamba dia mampu memproduksi 600-700 kg ikan Gabus dan Toman dalam satu periode. Lama pemeliharaan dari ukuran 100 gram/ekor sampai menjadi 300-400 gram/ekor dibutuhkan waktu kurang lebih lima bulan. Keuntungan bersih yang diperoleh dalam satu periode sebesar Rp. 6000.000,-.
Kegiatan budidaya ikan lokal di Kecamatan Candi Laras Selatan sudah berjalan lama, hanya saja perkembangannya berjalan lamban. Salah satu kendala dalam pemeliharaan ikan lokal menurut pembudidaya setempat adalah sulitnya mendapatkan pakan. Pakan yang diberikan berupa pakan segar yang diambil dari alam seperti sepat rawa dan keong mas. Pakan segar ini bersifat musiman sehingga menjadi kendala dalam pemeliharaan ikan lokal.
Para pembudidaya ikan berharap kepada instansi terkait agar dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang mereka hadapi dengan memberikan informasi teknologi budidaya yang tepat kepada mereka, sehingga budidaya perikanan lokal menjadi lebih maju.

Selasa, 09 Maret 2010

Kamis, 04 Februari 2010

Analisa Usaha Pembenihan Ikan Papuyu

• Biaya Investasi
- Akuarium (60x40x45 cm) 20 buah @ Rp. 100.000,- Rp. 2.000.000,-
- Kolam 100 m2 2 buah @ Rp. 20.000,-/m2 Rp. 4.000.000,-
- Alat suntik 2 buah @ Rp. 3500,- Rp. 7.000,-
- Serok kecil 2 buah @ Rp. 7.500,- Rp. 15.000,-
- Baskom plastik 2 buah @ Rp. 15.000,- Rp. 30.000,-
- Lain-lain Rp. 50.000,-
Sub Total Rp. 6.102.000,-

• Biaya Operasional per tahun (6 siklus)
A. Biaya Tetap
- Bunga Investasi (35 %) Rp. 2.135.700,-
- Penyusutan per tahun (10 %) Rp. 610.000,-
Sub Total Rp. 2.745.900,-
B. Biaya Variabel
- Induk Betina 3 Kg Rp. 90.000,-
- Induk Jantan 3 kg Rp. 45.000,-
- Ovaprim 1 Botol Rp. 250.000,-
- Artemia 3 Kaleng Rp. 900.000,-
- Pupuk kandang 360 kg @ Rp. 500,- Rp. 180.000,-
- Kapur 180 Kg @ Rp. 500,- Rp. 90.000,-
- Gaji/Upah Rp. 1.800.000,-
- Lain-lain Rp. 300.000,-
Sub Total Rp. 3.655.000,-
Total Biaya Operasional a + b Rp. 6.400.900,-

1. Pendapatan
- Penebaran Larva 40.000 ekor (50 ekor/m2)
- SR ukuran 1 – 3 cm sebesar 60 %
- Harga jual Rp. 150,-/ekor
- Pendapatan 6 siklus /tahun
= 0,6 x 40.000 x Rp. 150,- x 6
= 24.000 x Rp. 150,- x 6 Rp. 21.600.000,-
2. Keuntungan bersih
= Rp 21.600.000,- ─ Rp. 6.400.900,- Rp. 15.199.100,-
Penghasilan rata-rata perbulan Rp. 1.266.592,-

Tips Mudah Pendederan Ikan Betok (Papuyu) :

1. Sebelum benih ditebar, dilakukan persiapan kolam meliputi pengeringan, pengapuran, pemupukan dan pengisian air kolam selama 5 hari
2. Kesuburan kolam sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan benih papuyu karena ketergantungan benih terhadap ketersediaan pakan alami di kolam
3. Setelah kolam terlihat subur, terlihat pakan alami sudah tumbuh maka benih papuyu dapat ditebar ke kolam
4. Padat tebar benih 500 – 1.000 ekor/m2
5. Penebaran benih dilakukan pada pagi hari untuk menghindari stress karena perbedaan suhu air dengan cara melepas benih dari baskom ke dalam kolam secara perlahan
6. Pendederan di kolam selama 1 bulan
7. Setelah larva berumur 3 hari, larva ikan papuyu ditampung terlebih dahulu di dalam hapa yang dipasang dalam kolam selama 1 minggu.
8. Selama di dalam hapa 2 x 1 m, larva ikan diberi pakan artemia 1 kali/hari sampai umur 1 minggu
9. Setelah terlihat kuat dan ukurannya lebih besar maka larva dapat ditebar/dilepas ke dalam kolam pendederan
10. Selama di kolam larva diberi makan pelet halus sebanyak 10 % dari berat biomassa tubuhnya per hari dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari
11. Setelah 1 minggu dilakukan penambahan air dengan membuka pintu pemasukan air kolam
12. Panen benih dilakukan setelah 1 bulan pemeliharaan di kolam dengan cara mengeringkan kolam

Senin, 11 Januari 2010

PEMIJAHAN PAPUYU


Pemeliharaan induk :
1. Pemeliharaan induk di bak beton ukuran 1 x 1 m
2. Induk diberi pakan pelet sebanyak 5 % dari berat biomassa
tubuhnya per hari dengan frekuensi 1 kali sehari
3. Pergantian air total dan pengamatan kematangan gonad
setiap bulan sekali

Seleksi Induk :
1. Seleksi induk dilakukan dengan menangkap induk satu persatu dan dilihat ciri-ciri kematangannya
2. Induk jantan siap pijah ditandai dengan keluarnya cairan putih susu apabila diurut pelan alat kelaminnya
3. Induk betina siap pijah ditandai perut terlihat membesar ke arah anus dan lembek serta alat kelaminnya berwarna kemerahan

Pemijahan :
1. Pemijahan dilakukan secara semi buatan dengan penyuntikan hormon ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg berat induk.
2. Penyuntikan induk jantan dan betina dilakukan sebanyak satu kali secara intramuscular atau di punggung. Penyuntikan dilakukan pada sore hari jam 17.00.
3. Induk jantan dan betina yang sudah disuntik kemudian dicampur dalam satu akuarium dengan perbandingan jumlah jantan : betina adalah 4 : 1.
4. Pemijahan/ovulasi akan terjadi pada malam hari (jam 22.00), dan pada pagi harinya setelah selesai ovulasi induk ikan papuyu dipisahkan dari telur dan dikembalikan ke kolam induk

Penetasan Telur :
1. Telur yang terbuahi/hidup berwarna bening ada bintik hitam, sedangkan telur yang tidak terbuahi/mati berwarna putih susu
2. Telur yang dikeluarkan induk Papuyu diinkubasi di akuarium selama 20 – 24 jam hingga menetas
3. Selama masa inkubasi air akuarium diberi aerasi dan telur yang mati disipon/dibersihkan

Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan tambahan informasi teknik pembenihan ikan betok/papuyu(Anabas testudeneus) dan tahapan selanjutnya bisa dilihat pada TAHAPAN PENDEDERAN BENIH PAPUYU

BIOLOGI IKAN PAPUYU


A. Klasifikasi
Ikan Papuyu sebenarnya sudah lama dikenal masyarakat Indonesia dibeberapa daerah. Dalam bahasa-bahasa daerah ikan ini juga dinamakan ikan Betik (Jawa dan Sunda), Papuyu (Kalimantan Selatan), Puyu (Malaya dan Kalimantan Timur), Puyu-puyu (Padang), Puyo-puyo (Bintan), geteh-geteh (Manado), dan kusang (Danau Matanua). Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy atau climbing perch, merujuk pada kemampuannya memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah Anabas testudineus (Bloch, 1792).
Menurut Saanin (1984), Ikan Papuyu diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Labyrinthici
Famili : Anabantidae
Genus : Anabas
Species : Anabas testudineus Bloch

B. Morfologi
Menurut Djuhanda (1981), tanda-tanda utama ikan Papuyu adalah bentuk lonjong lebih ke belakang pipih. Kepala besar dan mulut tidak dapat disembulkan. Semua badan kepalanya bersisik kasar dan besar-besar. Jari-jari keras dari sirip perut dapat digerakan untuk berjalan pada permukaan lumpur yang kering. Badan berwarna coklat agak hitam kehiaju-hijauan .
1. Ikan yang umumnya berukuran kecil, panjang hingga sekitar 25 cm, namun kebanyakan lebih kecil. Berkepala besar dan bersisik keras kaku.
2. Sisi atas tubuh (dorsal) gelap kehitaman agak kecoklatan atau kehijauan. Sisi samping (lateral) kekuningan, terutama di sebelah bawah, dengan garis-garis gelap melintang yang samar dan tak beraturan. Sebuah bintik hitam (terkadang tak jelas kelihatan) terdapat di ujung belakang tutup insang.
3. Sisi belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri.
C. Daerah Penyebaran
Ikan ini menyebar luas, mulai dari India, Cina hingga Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara di sebelah barat Garis Wallace Daerah penyebaran ikan Papuyu di Indonesia meliputi Sumatera, Nias, Bintan, Sulawesi, Bangka, Sumbawa, Pati, Ambon, Jawa, Bacau, Halmahera, Kalimantan, dan Madura.



D. Kebiasaan/Behaviour
Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, betok bernafas dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, betok juga memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan ini memiliki organ labirin (labyrinth organ) di kepalanya, yang memungkinkan hal itu. Alat ini sangat berguna manakala ikan mengalami kekeringan dan harus berpindah ke tempat lain yang masih berair. Betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimegarkan, dan berlaku sebagai semacam ‘kaki depan’. Namun tentu saja ikan ini tidak dapat terlalu lama bertahan di daratan, dan harus mendapatkan air dalam beberapa jam atau ia akan mati.
E. Habitat
Ikan Papuyu ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai kecil dan parit-parit, juga pada kolam-kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka. Ikan Papuyu dapat tumbuh normal pada perairan dengan kisaran pH antara 4 – 8. Ikan Papuyu tahan terhadap kekeringan dan terkadang kuat hidup sampai satu minggu tanpa air atau tinggal dalam lumpur sedikit berair selama 1 – 2 bulan.
F. Makanan
Ikan Papuyu adalah golongan ikan pemakan segala (omnivora), oleh karena itu mudah diberikan makanan tambahan atau buatan.Menurut Mudjiman (1985), jumlah makanan yang dikonsumsi oleh ikan secara umum berkisar antara 3 – 6 % dari total berat ikan. Namun jumlah makanan itu dapat berubah-ubah tergantung pada suhu lingkungannya. Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil.
G. Pertumbuhan
Arifin (1991), menyatakan bahwa pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat didalam waktu tertentu. Pertambahan ukuran ini karena adanya proses hayati yang terus menerus terjadi didalam tubuh organisme. Kecepatan pertumbuhan sangat tergantung kepada jumlah makanan yang diberikan, ruang, suhu, kedalaman air, kandungan oksigen dalam air, dan parameter kualitas air lainnya. Makanan yang didapat oleh ikan terutama di manfaatkan untuk pergerakan, memulihkan organ tubuh yang rusak, setelah itu kelebihan makanan yang didapatkan digunakan untuk pertumbuhan (Asmawi, 1986). Pertumbuhan ikan Papuyu di alam dapat mencapai ukuran >200 gram per ekor dalam 1 tahun, sedangkan pertumbuhan dalam lingkungan budidaya (kolam, fishpen/jaring tancap) mencapai kisaran 70 - 100 gram per ekor selama 1 tahun
H. Reproduksi
Ikan Papuyu berkembangbiak dengan cara induk betina mengeluarkan telur yang dibuahi induk jantan dengan mengeluarkan sperma. Pembuahan terjadi diluar dengan cara tubuh induk jantan menjepit tubuh induk betina sambil mengeluarkan telur dan sperma

I. Telur
Telur ikan Papuyu berbentuk bulat berwarna bening kekuningan dengan sifat mengapung di air. 1 ekor induk papuyu dapat memproduksi telur sebanyak 15.000 – 30.000 tergantung berat dari ikan tersebut
J. Larva
Larva ikan Papuyu berukuran panjang < 1 mm berwarna bening dengan bintik mata hitam. Pada umur 1 hari larva akan diam mengapung di permukaan air atau menempel pada substrat, setelah umur 1 hari larva mulai berenang aktif

By Saifuddin